HN

Pages

Wednesday, November 27, 2019

Penghuni Baru

Selamat datang kembali, rumah. Semoga masih menganggapku pemilikmu.
Tahu tidak, ada seseorang yang berhasil mengganti isi rumah ini? Yang dulunya selalu itu-itu, menjadi sesuatu yang ini-ini. Dia bukan perampok yang masuk karena memaksa, dia masuk dengan sangat sopan, dan saya tak perlu membukanya karena terpaksa. 

Mungkin ukuran tubuhnya tidak setinggi cita-citanya, tapi jangan salah bos, tubuhnya sangat kuat, kata Dia. Masalah seberapa tinggi cita-citanya sih belum tahu juga, soalnya masih enggan menanyakannya, takut dibilang kepo, sok perhatian, atau apalah.

Rasa-rasanya tak berlebihan jika mengatakan kalau caraku jatuh hati padanya itu aneh, secara kami sekelas waktu SMK, malahan bersebelahan meja, tapi kok orang ini tidak ada menarik-menariknya yah waktu itu. Padahal secara postur tubuh, dia sangat cocok jadi model, model obat peninggi badan :v Mungkin hatiku jatuh pada karakternya. Seseorang yang pembahasannya suka keliling-keliling, berhasil membuatku mabuk cinta :D huahaha

Entah kapan tepatnya aku mulai suka, mungkin bermula dari sisa bonus teleponan ke babe yang sisanya kualihkan ke dia, walaupun awalnya mungkin dia merasa terpaksa karena takut azab bagi orang-orang yang mubazir. Obrolan kami kala itu biasanya tengah malam, kala kegiatan kami kosong. Kadang bahas tugas akhir, asmaranya di kampus, dan sesekali bahas “mamanya”. Nah,  pembahasan favoritku sih tentang “mamanya”, karena saya sering minta salam dan menanyakan kabarnya.

Bicara masalah asmaranya, setahu saya orangnya rumit, serumit menyelesaikan puzzle domino yang satu kartunya itu disembunyikan teman. Katanya sih ada dua cowok pencinta alam, yaa apalah dayaku yang cuma jadi pencinta kamu :v obrolan kami juga dipenuhi masalah yang seharusnya tidak masalah jadi masalah, biasanya sih gara-gara ceritanya belum sampai, saya sudah potong. :v 


*Bagian berkunjung ke kostnya PART I

“Seiring berjalannya waktu, kuharap kita segera menyatu.”

Hasil dari tidak jarangnya komunikasi membawaku ke tahap yang lebih tinggi, berkunjung ke kostnya. Ini tidak seburuk yang terlintas di hatimu, namun tak sebaik yang ada di pikiranmu. Hari itu kami berdua menghabiskan waktu di sebuaf cafĂ© yang cukup nyaman untuk ngobrol via live streaming :v bukannya ngobrol, tapi malah asyik dengan kegiatan masing, aku main game, dia main hati, sesekali ngobrolin masalah kopinya yang enak. Lagi asyik main game, tiba-tiba ada pertanyaan “Boleh ajak temanku gabung?” karena ini momen tidak bersejarah amat, okelah boleh saja, pas orangnya datang, suasananya kayak kulkas mati lampu, mencair. Nama bintang tamuku kali ini adalah tentor, anaknya rektor kali ya, soalnya wawasannya itu luas, sampai-sampai laut yang ada di depannya cemburu. Sekilas b aja nih orang, namun seiring waktu dan orasinya berjalan di depanku, saya putuskan berhenti main game karena indera pendengaranku tertarik pada pembahasannya, apalagi kalah mulu. Saya sangat menikmati obrolan lelaki ini, penuh pengalaman, energik, bahkan ketika tak seorangpun dari kami yang respon, dia masih tetap melanjutkan visi dan misinya, benar-benar anak rektor ini mah. Sembari menyimak bahasan tentor, saya dan dia sering protes, bukan dengan cara memotong pembicaraannya, tapi dengan cara saling tatap dan senyum satu sama lain dengan tatapan heran dan seakan mengiyakan dengan terpaksa. Agak romantis buat saya dan agak ironis buat tentor, apalagi tentor yang jadi fotograper untuk saya dan dia dalam rangka kembali ke habitat masing-masing. huahaha

*Bersambung…
Bagian berkunjung ke kosntnya PART II

*Bagian kegiatan CC

*Bagian pergi beli buku bareng

*Bagian cemburu-cemburunya
Hari ini cukup spesial. Lumayan lama tanpa komunikasi, akhirnya bisa komunikasi lagi, walaupun lewat buku yang kau kirimkan. Setelah melihat beberapa percakapanmu dengan seseorang yang Kau kirim waktu itu, jujur Aku cemburu, walaupun aku tidak menanyakan siapa orang itu. Mungkin saja orang itu punya banyak pengaruh atau memberimu pengetahuan sehingga percakapan kalian sedekat itu, jadi Kau tidak masalah mengirimkan percakapan itu, bisa jadi juga aku memang perlu melihat percakapan itu. Sebenarnya gambar percakapannya tidak begitu jelas, tapi karena penasaran, saya meminta percakapan yang lebih jelas dengan alasan siapa tahu ada ilmu yang bisa saya dapat di sana. Iya, entah ilmu cukup tahu atau ilmu PDKT orang berilmu.
Aku memilih berubah semenjak melihat percakapan itu. Aku tidak habis pikir, Kau mengirimkan percakapanmu dengan seseorang yang menurutku cukup romantis padaku, orang yang menyukaimu. Salahku juga tidak menanyakan siapa orang itu untuk memperjelas rasa cemburuku atau menghilangkan cemburu lewat penjelasan yang kukira sesudah itu kau tanyakan, tapi ternyata tidak ada penjelasan. 
Terlepas dari itu, sangat wajar untuk jadi lebih baik, mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya dari orang, kagum dengan orang yang berpengaruh di hidup juga sangat wajar. Tapi perihal cemburuku, entah masuk kategori wajar atau tidak. Berdasarkan penggalan cerita di atas, Aku belajar bagaimana bersikap biasa saja. Dan apa yang terjadi? baru melihat percakapanmu, aku sepertinya masih perlu remedial.
Ehem.

Hari Baru

Karena Twitter tidak baik-baik saja, kita pindah ke sini gaes.

Tuesday, May 14, 2019

Hari Bersamamu

             Tanggal 11 November 2013 adalah hari jadian kita, saya bahkan masih ingat suasananya. Tak banyak modus yang bisa kuberikan sebelum aku nyaman bersamamu. Kata “sayang” yang biasanya kubully habis-habisan, akhirnya teradopsi di jendela ponsel saya hamper tiap pagi. Perasaan bahagia selalu mengantar perjalanan ke sekolah kala itu, dan pastinya kamu masuk daftar alasan kebahagiaan itu. Entah apa spesialku, rasanya tak ada yang istimewa, tapi ketika makanan yang kau masak dari rumah dan kau bawa ke sekolah untukku, seketika aku merasa istimewa, walaupun skalanya Cuma kita berdua.
                Hari ulang tahunmu membuat pikirku agak cemas, hadiah ulang tahun dariku tak yakin buatmu seistimewa makanan yang kau kemas baik untukku, tapi semoga setidaknya membawa sedikit kebahagiaan. Hari ulang tahun ku lagi-lagi kau mengemasnya dengan istimewa, kau antarkan paket kebahagiaan ke rumah yang ku yakin suatu saat nanti kau tinggali juga. Ruang tamu jadi saksi obrolanmu dengan orang tuaku. Hari-hari di sekolah intinya indah bersamamu, namun bukan berarti tanpa masalah, karena saya sangat labil. Hari pelulusan aku lihat dia di kelas dengan pandangan yang seolah menempatkannya di dekatku saat momen penentuan kelulusan. Ingin sekali kupesan pintu doraemon untukmu agar bisa merayakan salah satu momen bahagia dalam hidup. Tak apa dia tak di sampingku, karena seragam yang kupakai punya tempat spesial untuk tanda tanganmu.
              Hari setelah pelulusan sepi tanpa kehadiranmu, namun masih ceria di jendela ponselku. Hari-hari perkuliahan diwarnai hubungan jarak jauh denganmu. Semester pertama adalah masa bergairah, beban masih kurang, tugas harian, apalagi tugas akhir, ya singkatnya masih santai. Hari masuknya saya ke salah satu organisasi membuat hubunganku dengan orang spesialku mulai terganggu, bagaimana tidak, kami dianjurkan untuk tidak pacaran sebelum nikah. Sebuah pilihan sulit menyapa di setiap pagi, terlebih lagi salah satu teman di sana bilang “Jodoh tak akan ke mana kawan.” Pada saat itu dilemma yang kudapat. Memutuskan orang yang membuatku istimewa demi hubungan yang istimewa dengan Sang Pencipta.
                  Hari aku memutuskan hubunganku tidak semudah yang kuperkirakan, sempat ragu dengan langkah yang kuambil, namun sudah terlanjur kuremas kertas hubungan kita. “Ikhlaskan, maka suatu saat nanti apabila jodoh, akan bertemu juga.” , dalam hati “Bagaimana bisa kembali, sedang hubungan yang dibangun sejak lama, kini hancur tanpa perlu adanya badai.” Tapi selalu saja ada yang seakan merespon pikiranku, “Sang pencipta Maha membolak-balikkan hati Saudara.” Aku semakin yakin dengan langkahku, terlebih lagi ajakan balikanku sudah taka da harapan. Junior temanku di kampusnya kujadikan umpan agar kertas hubunganku semakin kusut dan tak ada harapan untuk baik seperti sediakala. “Kalau jodoh pasti kembali.” Ku uji prinsip itu.
            Saat kupinjam nama junior teman, orang-orang mulai berpikiran bahwa ada yang salah dengan saya. Baru putus, sudah punya lagi, hadeh, gila!. Padahal orang itu tak pernah kutemui. Akhirnya kau semakin jauh, bagai senja yang kunikmati sore itu yang mengantar perpisahan siang dan malam sembari berdoa semoga matahariku bisa kembali esok hari dengan cahaya yang lebih terang dan kesiapanku yang lebih baik lagi. Mengikhlaskan hubunganku sungguh bukan perkara mudah, apalagi tanpa adanya jaminan tuk dapat kembali. Tapi kucoba yakinkan diri kalau ini adalah cara Sang pencipta menjaga dari apa yang bisa membuatku lebih mengingat ciptaanNya dibanding Sang Pencipta.

Sebelumnya saya sangat ingin menyampaikan ini padamu, namun aku mencoba mengikhlaskan kisah kita, iya kita.