Setelah pesanmu yang mengatakan tak ingin menghubungiku
lagi, sejujurnya aku ragu hal itu bisa kau lakukan sebab perkenalan kita tidak
sebentar, dan dengan percaya diri sudah ku klaim diri sebagai salah satu orang
terdepan yang cukup mengenalmu. Seiring waktu berlalu, perkataannya benar,
pesannya tak lagi muncul di kotak masuk handphone peliharaanku, ternyata aku
salah klaim.
Aku mencoba menjadi laki-laki yang berada diantara ketegaran
atau sok tegar, melawan rasa yang ingin menghubungi tapi tidak mampu
kutaklukkan.
Rutinitas seperti futsal, berbagi cerita sama teman laki-laki,
ataupun sekadar nonton video yang lagi trend mampu sedikit jadi solusi.
Terbiasa tanpa kabar satu sama lain membuatku ingin mengibaratkan kisah ini
sebagai Rumah rapuh. Iya, ini adalah rumahmu, tapi tak senyaman dulu lagi. Kini
jendelanya sudah tak kuat lagi menahan angin yang masuk silih berganti. Halaman
rumahnya tak gersang, tanamannya tak pernah dipupuk harapan. Hanya tersisa
kenangan akan keindahan rumah serta pekarangan yang membuatmu nyaman tinggal di
sana waktu itu.